Selasa, 29 Desember 2009

PEMANFAATAN TEKNOLOGI DAN INFORMASI KOMPUTER PADA SMK NEGERI 5 PALEMBANG

A. Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma masyarakat dalam mencari dan mendapatkan informasi, yang tidak lagi terbatas pada informasi surat kabar, audio visual dan elektronik, tetapi juga sumber-sumber informasi lainnya yang salah satu diantaranya melalui jaringan Internet.
e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer (Soekartawi, 2003). Karena itu e-learning sering disebut juga dengan on-line course. Dalam berbagai literature e-learning tidak dapat dilepaskan dari jaringan Internet, karena media ini yang dijadikan sarana untuk penyajian ide dan gagasan pembelajaran. Namun dalam perkembangannya masih dijumpai kendala dan hambatan untuk mengaplikasikan sistem e-learning ini, antara lain : (a) Masih kurangnya kemampuan menggunakan Internet sebagai sumber pembelajaran; (b) Biaya yang diperlukan masih relativ mahal untuk tahap-tahap awal; (c) Belum memadainya perhatian dari berbagai pihak terhadap pembelajaran melalui Internet dan (d) Belum memadainya infrastruktur pendukung untuk daerah-daerah tertentu (Soekartawi, 2003).
Selain kendala dan hambatan tersebut di atas, kelemahan lain yang dimiliki oleh sistem elearning ini yaitu hilangnya nuansa pendidikan yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik, karena yang menjadi unsur utama dalam e-learning adalah pembelajaran. Maka dengan melihat kelemahan dan kekurangan tersebut, para ahli berusaha menjawab fenomena ini dengan mengembangkan sistem e-education. Sistem ini telah didiskusikan secara aktif pada beberapa dekade terakhir ini. Pengembangan sistem e-education ini telah memberi inspirasi untuk mengembangkan e-media secara optimal guna percepatan pemerataan layanan pendidikan kepada masyarakat (Oetomo dan Priyogutomo, 2004). Dimana selain masyarakat memperoleh endidikan melalui pendidikan formal, juga didukung oleh pendidikan melalui emedia,sebagai wujud dari pendidikan yang mandiri. e-Education dengan pemanfaatan e-media, juga ditujukan untuk mengatasi persoalan elearning, dimana e-media dapat dijadikan alternative terdekat jika tidak ada koneksi ke Internet.
Strategi mengajar menurut Muhibbin Syah (2002), didefiniskan sebagai sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Strategi mengajar ini mencakup beberapa tahapan, seperti :
1. Strategi perumusan sasaran proses belajar mengajar (PBM), yang berkaitan dengan strategi yang akan digunakan oleh pengajar dalam menentukan pola ajar untuk mencapai sasaran PBM.
2. Strategi perencanaan proses belajar mengajar, berkaitan dengan langlah-langkah pelaksanaan mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini termasuk perencanaan tentang media ajar yang akan digunakan.
3. Strategi pelaksanaan proses balajar mengajar, berhubungan dengan pendekatan system pengajaran yang benar-benar sesuai dengan pokok bahasan materi ajar.
Dalam pelaksanaannya, teknik penggunaan dan pemanfaatan media turut memberikan andil yang besar dalam menarik perhatian mahasiswa dalam PBM, karena pada dasarnya media mempunyai dua fungsi utama, yaitu media sebagai alat bantu dan media sebagai sumber belajar bagi mahasiswa (Djamarah, 2002; 137). Umar Hamalik (1986), Djamarah (2002) dan Sadiman, dkk (1986), mengelompokkan media ini berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis :
a. Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti tape recorder.
b. Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan dalam wujud visual.
c. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi ke dalam dua jenis


B. Profil Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Palembang

Sekolah Menengah Keguruan (SMK) Negeri 5 Palembang adalah sekolah menengah kejuruan kelompok bisnis management. SMK N 5 Palembang berdiri tahun 1976 dengan nama Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS), yang lama waktu belajar (jenjang pendidikan) selama 4 tahun, perubahan nama dari SMPS menjadi Negeri 5 pada tahun ajaran 1997/1998 menjadi kelompok bisnis management mulai dibuka penerimaan siswa pada tahun ajaran 1998/1999 sebanyak 6 kelas yang terdiri dari : 1 kelas jurusan akutansi, 2 kelas jurusan menejemen bisnis dan 3 kelas jurusan sekretaris, dan Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS) tamatan terakhir pada tahun ajaran 2002/2003.
Pada perkembangannnya SMK Negeri 5 mengalami penambahan lokal, sarana pembelajaran dan jurusan untuk mememenuhi standar sekolah kejuruan agar dapat memenuhi tuntutan dunia kerja yang semakin lama semakin kompetitif. Pada tahun ajaran 2009/2010, SMK Negeri 5 Palembang membuka 8 kelas ( 40 siswa) dengan 4 program jurusan yang terdiri dari :
1. Program keahlian Akutansi 3 kelas
2. Program keahlian Adm Perkantoran 2 kelas
3. Program keahlian Penjualan 2 kelas
4. Program keahlian Multimedia 1 kelas

Jumlah Siswa SMK Negeri 5 Palembanga pada tahun 2009/2010 keseluruhan 857 siswa dengan 111 laki-laki dan 746 perempuan dengan 23 kelas. Terdiri dari :
1. Program keahlian Akutansi 9 kelas
2. Program keahlian Adm Perkantoran 7 kelas
3. Program keahlian Penjualan 6 kelas
4. Program keahlian Multimedia 1 kelas

C. Hasil Observasi Pemanfaatan Teknologi dan Informatika sebagai media pembelajaran dan adminitrasi pada SMK N 5

Pelaksanan observasi diSMKN 5 laksanakan pada tanggal 2 dan 9 Desember 2009, observe melakukan pengamatan meliputi :
1. Sarana dan Pemanfaatan Teknologi dan Informatika Komputer
Dalam pengamatan SMK Negeri 5 Palembang penggunaan sarana Teknologi dan Informatika Komputer, meliputi :
1.1 Lab. Komputer
Laboratorium Komputer digunakan untuk mempelajari penggunaan dan kerja komputer. Kondisi Laboratorium sebagai berikut:
a. Ruangan 14 x 9 meter
b. Jumlah Komputer 40 Unit dengan 25 unit yang kondisi baik
c. 1 LCD dan 1 layar
d. Sistem jaringan Internet
Labotorium komputer digunakan juga untuk ujian secara online berbagai mata pelajaran yang dimana hasil ujian dapat diketahui hasil nilai.

1.2 Lab. Bahasa
Laboratorium Bahasa digunakan untuk mempelajari listening bahasa Inggris, dengan dilengkapi sebagai berikut:
a. Media Komputer
b. Kontrol Audio
c. Lauds Speker dan hands set
d. 1 LCD

1.3 Kelas Mutimedia
Kelas Multimedia digunakan untuk proses belajaran dengan penggunaan dengan berbagai media. Kondisi kelas Media meliputi:
a. Ruangan 12 x 9 meter
b. Jumlah Komputer 2 Unit dengan kondisi baik
c. 1 LCD dan 1 layar
d. Sistem jaringan Internet



1.4 Perpustakaan
Perpustakaan tempat koleksi buku, penggunaan Teknologi dan Informatika computer dilakuakan dengan penambahan internet untuk sebagai tambahan referensi. Untuk pengunaan katolog perpustakaan dan pengunjung masih menggunakan manual.

1.5 Tata Usaha
Tata Usaha yang difungsikan sebagai mengelola administrasi sekolah hanya dilengkapi computer yang digunakan hanya pengetikan data yang diperlukan.

2. Kelebihan dan kekurangan Teknologi dan Informatika Komputer pada SMK Negeri 5 Palembang.
Pengguanan Teknologi dan Informatika Komputer pada SMK Negeri 5 Palembang tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan.

Kelebihan TIK :
1. Internet sebagai media Informasi dalam pembelajaran
2. Jaringan online untuk evaluasi berbagai mata pelajaran
3. Audio dan video visual dalam listening bahasa Inggris.
4. Komputer digunakan penyelesaian data-data penting.

Kekurangan
1. Internet dilakukan hanya siswa tertentu karena terbatasnya jumlah komputer.
2. Jaringan online tidak jalan maksimal dikarenakan kemampuan guru dalam pengusahan pengetikan soal.
3. Audio dan video tidak maksimal hanya digunakan untuk listening Inggris, semestinya bisa digunakan pada mata pelajaran yang lain.
4. Komputer digunakan digunakan tidak maksimal semestinya, tidak digunakan untuk pengarsipan data sekolah dan kemajuan sekolah yang lebih baik dan rapi karena masih menggunakan manual.

D. Penutup

Dalam penggunaan Teknologi dan Informatika Komputer (TIK) dapat membantu prosesnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar siswa serta administrasi sekolah, sehingga dapat menghasilan sumber daya manusia yang andal dan keteraturan serta ketertiban adminitrasi sekolah. Tetapi dalam kenyataan kekurangan pengajar dan ahlinya, serta sarana pendukung tentunya tidak akan memperoleh hasil yang maksimal.

E. Tinjauan Pustaka

Adri. Muhammad, 2005. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pengembangan Media Pembelajaran. http://muhammadadri. wordpres.com. 5 November 2009.
_____, Data dan Arsip SMK Negeri 5 Palembang, 9 November 2009.

LANDASAN PSIKOLOGI

I. KONSEP BELAJAR BEHAVIORAL KLASIK

Teori ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Artinya, segala perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungan sekitarnya. Di mana lingkungan tempat manusia tinggal, di sanalah seluruh kepribadiannya akan terbentuk. Lingkungan yang baik akan membentuk manusia menjadi baik. Juga sebaliknya, lingkungan yang jelek akan menghasilkan manusia-manusia yang bermental jelek sesuai dengan kondisi lingkungan tadi.

Selain itu, konsep belajar behavioristik juga menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

?A. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminar Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi Direktur Departemen Fisiologi pada Institute Of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927).

1. Karakter Classical Conditioning

Classical conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. (Terrace, 1973). Selain itu, ada pula proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Bakker, 1985) bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diiginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Ia mengadakan percobaan dengan cara melakukan operasi leher pada seekor anjing sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Namun sebelum makanan diperlihatkan, diperdengarkan bunyi bel terlebih dahulu. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya membunyikan bel saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar dengan sendirinya. Eksperimen ini kemudian diulang-ulang dengan berbagai variasi, namun dapat disimpulkan bahwa:

- anjing dibiarkan lapar, setelah itu bel dibunyikan; anjing mendengarkan benar-benar bunyi bel tersebut. Setelah bel berbunyi selama 30 detik, makanan diberikan dan terjadilah refleks pengeluaran air liur

- percobaan tersebut diulang-ulang berkali-kali dengan jarak waktu 15 menit.

- Setelah diulang 32 kali, ternyata bunyi bel saja (± 30 detik) telah dapat menyebabkan keluarnya air liur dan ini bertambah deras kalau makanan diberikan.

Dari eksperimen ini, dapat diketahui bahwa:

- bel merupakan CS (Conditioned Stimulus/perangsang bersyarat) dan makanan merupakan US ( Unconditioned Stimulus/ perangsang tak bersyarat)

- keluarnya air liur karena bel merupakan CS (Conditioned Stimulus/perangsang bersyarat)

- makanan atau perangsang wajar (US) disebut juga reinforcer (=penguat). Karena memperkuat refleks bersyarat dan menimbulkan respon lebih kuat daripada refleks bersyarat.

Makanan adalah rangsangan wajar, sedang bel adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Refleks Bersyarat atau Conditioned Response. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev, murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak refleks bersyarat yang timbul, namun tidak disadari oleh manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa, daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi bel sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika bel dibunyikan, ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.

Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Dengan demikian, pembiasaan klasik (classical conditioning) dari pavlov didasarkan atas reaksi tak terkontrol dalam individu setelah menerima rangsangan dari luar.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa karakter dari klasikal kondisioning, antara lain:

· Learning took place (Belajar akibat tempat).

Dalam hal ini, behavioral klasik menekankan bahwa seseorang itu dapat belajar bahkan berubah dari pengalamannya. Dengan kata lain, bisa mengantisipasi kelemahannya atau mempelajari dan menyiasati sehingga dapat memecahkan/ menemukan solusinya.

· Respon yang terbentuk bersifat emosional/fisiologikal dan tidak disengaja

Maksudnya, Respon yang ada tersebut diluar kontrol kesadaran siswa

· Stimulus yang tadinya tidak ada hubungan, menjadi berhubungan

· Conditioned-unconditioned respon adalah identik atau serupa

2. Classical Conditioning Di Kelas

Proses belajar dengan rumus S-R bisa berjalan dengan syarat adanya unsur-unsur seperti dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respon (response), dan penguatan (reinforcement). Pertama, dorongan adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi suatu kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan bahan bacaan ringan untuk mengisi waktu senggangnya, maka ia terdorong untuk memenuhi kebutuhan itu, misalnya dengan mencarinya di perpustakaan terdekat. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang meskipun tingkatannya tidak sama: ada yang kuat, ada pula yang lemah . Kedua, adanya rangsangan (stimulus). Kalau dorongan datangnya dari dalam, maka rangsangan datang dari luar. Bau masakan yang lezat bisa merangsang timbulnya selera makan yang tinggi, bahkan yang tadinya tidak terlalu lapar pun bisa menjadi lapar dan ingin segera mencicipinya. Wanita cantik dengan pakaian yang ketat juga bisa merangsang gairah seksual setiap lelaki dewasa (yang normal) . Oleh karena itu, dalam islam wanita tidak diperbolehkan berpakaian yang merangsang, dan bahkan harus menutup seluruh auratnya (Qur’an:24:31). Hal ini untuk menjaga “keamanan”, menjaga nafsu yang sering tidak terkendali sebagaimana sering kita dengar adanya tindakan perkosaan brutal yang tidak berprikemanusiaan.

Dalam sistem intruksional, rangsangan ini bisa terjadi (bahkan bisa diupayakan) pada pihak sasaran untuk bereaksi sesuai dengan keinginan komunikator, guru maupun instruktur. Dalam suatu kuliah siang hari, pada saat para mahasiswa banyak yang mengantuk dan kurang bergairah, sang dosen bisa merangsangnya dengan berbagai cara, dan yang sering dilakukan adalah antara lain dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang selektif dan menarik, bercerita ringan atau humor.

Dari adanya rangsangan tersebut kemudian timbul reaksi, dan memang orang bisa timbul reaksinya atas suatu rangsangan. Bentuk reaksi berbeda-beda tergantung pada situasi, kondisi dan bahkan bentuk rangsangan tadi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada seseorang akibat adanya rangsangan dari lingkungan sekitarnya inilah yang disebut dengan respon dalam teori belajar. Maka unsur yang Ketiga, adalah masalah respon. Respon ini bisa dilihat atau diamati dari luar. Respon ini ada yang positif dan ada pula yang negatif. Respon positif terjadi sebagai akibat “ketepatan” seseorang melakukan respon (mereaksi) terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan respon negatif adalah apabila seseorang bereaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan. Kempat, adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar kepada seseorang yang sedang melakukan respon. Apabila respon telah benar, maka perlu diberi penguatan agar orang tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoret-coret buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar, bisa terkejut bahkan bisa menderita guncangan sehingga ia tidak akan mencoret-coret buku lagi. Bahkan kemungkinan yang paling jelek di kemudian hari barangkali ia akan benci terhadap setiap yang namanya tulis menulis. Hal ini adalah bentuk penguatan yang salah. Barangkali akan lebih baik apabila cara melarangnya dengan kata-kata yang tidak membentak. Dengan demikian si anak akan merasa dilarang menulis, dan itu namanya anak diberi penguatan positif sehingga ia merasa perlu untuk melakukan coretan seperti tadi, tapi di tempat lain. Setiap kali seorang siswa mendapat nilai A pada mata pelajaran matematika, ia mendapat pujian dari guru; maka selanjutnya ia akan berusaha mempertahankan prestasinya itu. Dengan kata lain, ia melaksanakan semuanya itu karena dipuji (diberi penguatan) oleh guru.

Proses belajar akan terjadi secara terus menerus apabila stimulus dan respon ini berjalan dengan lancar. Ia berproses secara rutin dan tampak seperti otomatis tanpa membicarakan hal-hal yang terjadi selama berlangsungnya proses tadi. Namun dalam hal ini tidak dibicarakan bahwa yang namanya belajar banyak melibatkan unsur pikiran, ingatan, kemauan, motivasi, dan lain-lain.

Aplikasi/penerapan klasikal kondisioning di kelas adalah dengan cara:

• Menjadikan lingkungan belajar yang nyamn&hangat, sehingga kelas menjadd satu ksatuan (saling berhubungan) dengan emosi positf (adanya hubungan persahabatan/kekerabatan)

• Pada awal masuk kelas, guru tersnyum dan sebagai pembukaan bertanya kepada siswa tetang kabar keluarga, hewan peliharaan/hal pribadi dalam hidup mereka.

• Guru berusaha agar siswa merespek satu sama lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada diskusi kelas guru merangsang siswa untuk berpendapat

• Pada sesi tanya jawab, guru berusaha membuat siswa berada dalam situasi yang nyaman dengan memberikan hasil (positf outcome – masukn positif). Misalnya, jika siswa diam/tidak aktif, maka guru bisa memulai dengan pertanyaan ”apa pendapatmu tentang masalah ini”, atau bagaimana kamu membandingkan dua contoh ini”. Dengan kata lain, guru memberi pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk berpendapat. Namun jika dengan cara inipun siswa tidak sanggup/ segan untuk merespon, maka tugas guru untuk membimbing/ memacu sampai siswa memberi jawaban yang dapat diterima.

3. Generalisasi dan Diskriminasi

a. Generalisasi

Yang dimaksud dengan generalisasi adalah suatu proses berpindahnya/berlakunya suatu respon secara umum terhadap stimulus/rangsangan lain.

b. Deskriminasi

Yang dimaksud dengan deskriminasi adalah suatu proses dimana kita mempelajari bahwa, suatu rangsangan itu tidak selalu direspon dengan cara yang sama.

4. Extinction

Yang dimaksud dengan extinction adalah Suatu proses dimana suatu respon berakhir. Atau dengan kata lain, extinction adalah hilangnya suatu respon pengkondisian.

B. Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921), Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Asosiasi yang demikian itu disebut ”Bond” atau ”connection”. Dalam hal ini, akan akan menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.

Eksperimennya yang terkenal adalah dengan menggunakan kucing yang masih muda dengan kebiasaan-kebiasaan yang masih belum kaku, dibiarkan lapar; kemudian dimasukkan ke dalam kurungan yang disebut ”problem box”. Dimana konstruksi pintu kurungan tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu pintu kurungan akan terbuka dan kucing dapat keluar dan mencapai makanan (daging) yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah atau daya penarik bagi si kucing yang lapar itu. Pada usaha (trial) yang pertama, kucing itu melakukan bermacam-macam gerakan yang kurang relevan bagi pemecahan problemnya, seperti mencakar, menubruk dan sebagainya, sampai kemudian menyentuh tombol dan pintu terbuka. Namun waktu yang dibutuhkan dalam usaha yang pertama ini adalah lama. Percobaan yang sama seperti itu dilakukan secara berulang-ulang; pada usaha-usaha (trial) berikutnya dan ternyata waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu makin singkat. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan tersebut, tetapi dia belajar mempertahankan respon-respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon-respon yang salah. Dengan demikian diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha–usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.

Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:

Menurut Thorndike, ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya dari hasil-hasil penelitiannya. Hukum tersebut antara lain:

1. The Law Of Readiness (Hukum Kesiapan)

Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Menurut Thorndike, ada beberapa kondisi yang akan muncul pada hukum kesiapan ini, diantaranya:

a. jika ada kecenderungan untuk bertindak dan orang mau melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.

b. jika ada kecenderungan untuk bertindak, tetapi ia tidak mau melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.

c. jika belum ada kecenderungan bertindak, namun ia dipaksa melakukannya, maka hal inipun akan menimbulkan . Akibatnya, ia juga akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.

2. The Law of Exercise (Hukum Latihan)

Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal:

a. The Law of Use: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu.

b. The Law of Disue: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.

3. The Law of Effect (Hukum Akibat)

Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis. (Suryobroto, 1984).

Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:

a. Hukum Reaksi Bervariasi (law of multiple response).

Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Hukum Sikap ( law of attitude).

Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.

c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah (law of prepotency element).

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).

d. Hukum Respon Melalui Analogi (law of response by analogy)

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.

e. Hukum Perpindahan Asosiasi (law of associative shifting)

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain :

1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.

2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.

3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.

4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.

Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem boxnya.

II. Aplikasi Teori Behavioral Klasik Dalam Pendidikan

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioral adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:

a. Mementingkan pengaruh lingkungan

b. Mementingkan bagian-bagian

c. Mementingkan peranan reaksi

d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon

e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya

f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan

g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi dari teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Sementara itu, tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati, serta kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Dimana perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai, mendapat penghargaan negatif. Dalam hal ini, evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak/kelihatan.

III. Implikasi Teori Behaviral Klasik Dalam Pendidikan

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

IV. KESIMPULAN

Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Crow, D. Lester, .Crow, Alice: Kasijan Z.. Psikologi Pendidikan. PT. Bina Ilmu. 1984

2. Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. Rineka Cipta. 2002.

3. Eggen ,P., Kauchak, D.. Educational Psychology,Third Edition. Prentice Hall. 1997.

4. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, edisi Revisi. Remaja Rosdakarya, 1997.

5. Suryabrata, S..Psikologi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. 1995.

http://wangmuba.com/2009/02/21/teori-psikologi-belajar-dan-aplikasinya-dalam-pendidikan/

DEFINISI PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

I. DEFINISI PENDIDIKAN

· Definisi pendidikan menurut Hartoto (2009) :

a. Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.

b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.

c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara

Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.

d. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja

Pendidikan sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.

e. Definisi Pendidikan Menurut GBHN

GBHN 1988 (BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

· Definisi Pendidikan dalam http://dimasputra16.wordpress.com/2008/05/26/definisi-pendidikan/ :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

· Definisi Pendidikan Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsadannegara.

· Pendidikan (1989) adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Mozaik :330,331)

·

· Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi dinamika kehidupan maka pemahaman tentang wacana kemanusiaan secara utuh merupakan keniscayaan sebagai pernyataan heterogen bahwa eksistensis manusia adalah eksistensis bersama (Fatah Syukur :14).

·

· Pendidikan diartikan sebagai upaya mengembangkan kualitas pribadi manusia dan membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai-nilai agama, filsafat, psikologi, sosial budaya, dan ipteks yang bermuara pada pembentukan pribadi manusia bermoral dan berakhlak mulia serta berbudi luhur. (Rujukan Filsafat, 2008)

· Pendidikan diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki idealisme nasional dan keunggulan profesional, sertas kompetensi yang dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara. (Rujukan Filsafat, 2008)

·

· Definisi Pendidikan menurut Nur Uhbiyati (1998) :

Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist).

· Definisi Pendidikan Menurut Para Ahli :

Menurut Juhn Dewey pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana diahidup.(A.Yunus,1999:7)

Definisi Pendidikan Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
(A.Yunus,1999:7)

Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang. (A. Yunus, 1999 : 7- 8)


Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung. http://www.idonbiu.com/2009/07/definisi-pendidikan-secara-umum.html

· Definisi Pendidikan dalamhttp://www.g-excess.com/id/pages/definisipendidikan.html

Pendidikan dapat dipandang sebagai proses membantu peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal dalam seluruh aspek kepribadiannya sesuai dengan potensi yang dimiliki dan sistem nilai yang berlaku di lingkungan sosial-budaya dimana dia hidup.

· Definisi pendidikan dalam mata pelajaran Pengantar Pendidikan(2009) :

Education is as deliberate, systematic, and sustained effort to transmit, evoke, or acquire knowledge, attitudes, skills, or sensibilities, as well as any outcomes of that effort.



II. DEFINISI TEKNOLOGI

· Technology is a rational discipline designed to assure the mastery of man over physical nature, through the application of scientifically determined laws (Simon, 1983, p.173).

· Technology includes processes, systems, management and control mechanisms both human and non human, and a way of looking at the problems as to their interest and difficulty, the feasibility of technical solutions, and the economic values, broadly considered-of those solutions (Finn, 1960, 0.10).

· Pengertian Teknologi sebenarnya berasal dari kata Bahasa Perancis yaitu “La Teknique“ yang dapat diartikan dengan ”Semua proses yang dilaksanakan dalam upaya untuk mewujudkan sesuatu secara rasional”. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan sesuatu tersebut dapat saja berupa benda atau konsep, pembatasan cara yaitu secara rasional adalah penting sekali dipahami disini sedemikian pembuatan atau pewujudan sesuatu tersebut dapat dilaksanakan secara berulang (repetisi). (http://cheuw.com/arti-teknologi/)

· Menurut Perdinand Braudel

Teknologi adalah segala sesuatu teknologi bukannya sekedar aplikasi ilmu pengetahuan melainkan juga perbaikan, proses serta sarana yang memungkinkan suatu generasi menggerakkan pengetahuan generasi sebelumnya sebagai dasar bertindak.

· Teknologi merupakan hasil rekayasa manusia yang diciptakembangkan untuk mengatasi masalah atau keterbatasan manusia(Fatah Syukur)

· Teknologi menurut Gaibraith dapat diartikan sebagai Penerapan sistematik dari pengetahuan ilmiah/terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis (Fatah Syukur:3)

· Teknologi merupakan penerapan keilmuan yang mempelajari dan mengembangkan kemampuan dari suatu rekayasa dengan langkah dan teknik tertentu dalam suatu bidang. Teknologi merupakan Aplikasi ilmu dan engineering untuk mengembangkan mesin dan prosedur agar memperluas dan memperbaiki kondisi manusia atau paling tidak memperbaiki efisiensi manusia pada beberapa aspek. (http://cheuw.com/arti-teknologi/)

· Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan teknik.

·

· Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Meskipun demikian, penemuan yang sangat lama seperti roda juga disebut sebuah teknologi.

·

· Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat.

·

· Throughout the twentieth century the uses of the term have increased to the point where it now encompasses a number of “classes” of technology:

a. Technology as Objects:
Tools, machines, instruments, weapons, appliances - the physical devices of technical performance

b. Technology as Knowledge:
The know-how behind technological innovation

c. Technology as Activities:
What people do - their skills, methods, procedures, routines

d. Technology as a Process:
Begins with a need and ends with a solution

e. Technology as a Sociotechnical System:
The manufacture and use of objects involving people and other objects in combination

f. http://atschool.eduweb.co.uk/trinity/watistec.html

· Finn, 1960 sebagaimana dikutip oleh Gentry menyatakan, “selain diartikan sebagai mesin, teknologi bisa mencakup proses, sistem, manajemen, dan mekanisme pantauan; baik manusia itu sendiri atau bukan, serta …… secara luas, cara pandang terhadap masalah berikut lingkupnya, tingkat kesukaran, studi kelayakan, serta cara mengatasi masalah secara teknis dan ekonomis”.

· Dalam hal yang sama, ia mengutip pula konsep Simon (1983) yang berbunyi, “teknologisebagai disiplin rasional, dirancang untuk meyakinkan manusia akan keahliannya menghadapai alam fisik atau lingkungan melalui penerapan hukum atau aturan ilmiah yang telah ditentukan”.

· Disamping kedua definisi, pemikiran Saettler tidak jauh berbeda. Beliau mengutip asal katanya – techne, bahasa Yunani, dengan makna seni, kerajinan tangan, atau keahlian. Kemudian ia menerangkan bahwa teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai pengetahuan. Pendapat Saettler ini mengacu pada konsep Mitcham. Ia mencantumkan uraian Aristotle tentang techne sebagai penerapan (ilmu) pengetahuan sistematis agar menghasilkan kegiatan (manusia) yang baik.

· Pendapat Heinich, Molenda, dan Russell, 1993 memperkuat asumsi sebelumnya.

Menurut mereka, “teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah, dan tertata…… teknologi sebagai suatu proses atau cara berpikir bukan hanya produk seperti komputer, satelit, dan sebagainya”.

(Modultp-DSP\home-modulkb1rev.doc 8)

III. DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

· Berdasarkan definisi AECT 2004 ( AECT Definition and Terminologi Committee document #MM4.0 ), Teknologi Pendidikan adalah :

Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.(Teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.)

· Menurut Prof.Dr.YusufHadi Miarso, M.Sc, Teknologi pendidikan adalah :

a. Suatu proses yang kompleks dan terintegrasi meliputi manusia, laat, dan sistem, termasuk diantara gagasan, prosedur dan organisasi

b. Suatu bidang yang berkepentingan dengan pengembangan secara sistematis berbagai macam sumber belajar, termasuk didalamnya pengelolaan dan penggunaan sumber tersebut

c. Suatu bidang profesi yang terbentuk dengan adanya usaha terorganisasikan dalam mengembangkan teori, melaksanakan penelitian, dan aplikasi praktis perluasan, serta peningkatan sumber belajar.

d. Bergerak dalam keseluruhan bidang pendidkan dan mengusahakan terciptanya keseimbangan kerjasama yang selaras dengan berbagai profesi pendidikan lain.

·

· Educational technology is concerned with the overall methodology and set of techniques employed in the application of instructional principles (Cleary et al., 1976)

· Educational technology is a complex, integrated process involving people, procedurs, ideas, devices and organization, for analyzing problems and devising implementing, evaluating and managing solutions to those problems, involved in all aspects of human learning (AECT Task force, 1977, p.164)

· Educational technology is a field involved in the facilitation of human learning through the systematic indentification, development, organzation, and utilization of a full range of learning resources and through the management of the processes (Elly, 1972, p.36)

· Teknologi pendidikan adalah pengembangan, penerapan dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar manusia. ( Nasution, 2008)

· Teknologi pendidikan adalah pemikiran yang sistematis tentang pendidkan, penerapan metode problem solving dalam pendidkan, yang dapat dilakukan dengan alat-alat komunikasi modern, akan tetapi juga tanpa alat-alat itu.(Nasution, 2008)

· Teknologi pendidikan adalah segala sesuatu yang di lakukan untuk membantu proses belajar atau segala menyelesaikan masalah masalah belajar yang di hadapi peserta didik sehingga tercipta proses belajar pada peserta didik. (by cipret)

Teknologi Pendidikan adalah proses yang kompleks yang terpadu untuk menganalisis dan memecahkan masalah belajar manusia/ pendidikan. (Prof. Sutomo dan Drs. Sugito, M.Pd)

· Teknologi Pendidikan yaitu suatu usaha untuk mengembangkan alat untuk mencapai
atau menemukan solusi permasalahan(Mackenzie, dkk” (1976)

· Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”. Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.( MacKenziedanEraut(1971))

DAFTAR PUSTAKA

Anglin, Gary J. 1995. Instructional Technology. Englewood, colo: Libraries Unlimited.

Azhie. 2009. Definisi Pendidikan. Diundu tanggal 7 September 2009 dalam http:/wikipedia.com.

Hartoto. 2009. Definisi Pendidikan. Diundu tanggal 3 September 2009 dalam http://tekpend-unm.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=62.

Januszewski, Alan dan Michael Molenda. 2008. Educational Technology. Group LLC: New York.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana: Jakarta.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidkan. Kencana : Jakarta.

Putra, Dimas. 2008. Definisi Pendidikan. Diundu tanggal 3 September 2009 dalam http://dimasputra16.wordpress.com/2008/05/26/definisi-pendidikan/

Uhbiyati, Nur. 1998. Definisi Pendidikan Secara Umum. Diundu tanggal 5 September 2009 dalam http://wanipintar.blogspot.com/2009/07/definisi-pendidikan-secara-umum.html

http://www.idonbiu.com/2009/07/definisi-pendidikan-secara-umum.html

(Sumber : http://tekpen07b.blogspot.com/2009/03/definisi-teknologi-pendidikan.html)

(Sumber : http://www.scribd.com/doc/11710114/Makalah-Teknologi-Pendidikan-Berorientasi-Pada-Learner)

http://atschool.eduweb.co.uk/trinity/watistec.html

Modultp-DSP\home-modulkb1rev.doc 7

TUGAS MATA KULIAH

LANDASAN DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

”DEFINISI PENDIDIKAN, DEFINISI TEKNOLOGI DAN DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN”

OLEH


ANDRI YANTO

(20092513062)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2009